Skip to main content

Hallo, hallo, semuanya. Kalian masih ingat kan pas aku mengantar Momo beli buku di pasar malam dekat alun-alun kota Tegal? Nah ini kelanjutannya. Selesai membeli buku, aku mengajak Momo nongkrong-nongkrong sebentar, sambil ngopi-ngopi santai. Tepatnya di atas trotoar di depan penginapan Oyo, yang masih juga di dekat alun-alun kota Tegal. Dengan diiringi hiruk-pikuk orang-orang malam itu, kami menikmatinya dengan obrolan-obrolan yang seperti pada umumnya anak muda pacaran.

“Momo, aku jadi inget deh, pas pertama kali kamu ke rumahku, aku nyesel deh.“

“Kenapa gitu?”

“Iya, soalnya aku lupa nyium kamu pas itu, abisnya ngga enak di rumahku banyak foto-foto ulama heuheu.“

“Ah, kamu ini, kirain kenapa.”

“Bener deh, aku nyesel.”

“Bodo ah, dasar cabul.”

Kemudian kami sama-sama terdiam memandangi lalu lalang orang-orang, menikmati kopi dalam gelas plastik, yang dibeli di starling, diiringi musik yang bikin telinga sakit, dan suara speker dari pedagang tahu bulat mau pun ice cream. Ya, mudah-mudahan Momo juga menikmati suasana malam ini yang serba bising, yang pasti berbeda kalau saja kami pacaran di cafe dengan suasana syahdu, dan diiringi romantis. Lalu, aku membuka obrolan lagi dengan Momo, “momo, nikmatilah apa yang ada sekarang.”

“Lho iya dong harus itu Jim.”

“Begini Mo, pokoknya sorry aja deh kalo aku seringnya ngajak pacaran ke tempat begini, dimana tidak ada suasana syahdu, dan lagu-lagu romantis. Yang ada hanya suara speker dari pedagang tahu bulan,  ice cream, dan tangisan anak kecil minta naik skuter.”

“Tumbenan banget seorang Jimi jadi lebay begini.”

“Bener deh, sorry ya.”

“Lucu ah kamu, orang ngga ada masalah sama sekali kok.”

Aku, kembali menyruput kopi, dan lalu menyalakan lagi rokok yang tinggal beberapa batang ini. Entah mengapa obrolan kami kali ini jadi serius, ah entahlah. Dan entah kenapa aku jadi banyak tanya sama Momo, misalnya begini, “momo, kamu percaya ngga kalau suatu saat aku bakal jadi penyair beneran?”

“Ya percayalah, asal kamu mau berusaha terus, pasti tercapai apa yang kamu ingini.”

“Aku pengin banget baca puisi di hadapan penonton. Kapan ya, bisa begitu.”

“Lha katanya komunitas kamu mau bikin pameran, terus kamu disuruh baca puisi juga kan?”

“Alah tai, cuma omong kosong aja itu, sampe sekarang ya ngga jadi-jadi.”

“Dih, gimana sih.”

“Kalau aku aku baca puisi, aku mau kencing di hadapan penonton, hehehe.”

“Inget, ini Indonesia, bukan barat.”

“Kenapa emangnya?”

“Ya kamu ngga bisa niru para rock star yang kamu puja-puja itu.”

“Pokoknya kalau di panggung aku mau tengil kaya Mick Jagger, terus mau banyak tingkah kaya Iggy Pop.”

“Terserah kamu aja deh Jim, intinya aku selalu ngedukung cita-citamu.”

“Kalau aku jadi terkenal, pasti banyak cewe-cewe yang ngefans, gimana dong hahaha.”

“Nah kan, belum apa-apa aja udah sombong.”

“Hihihi, maaf deh Mo, bener deh nanti ngga bakal macem-macem.”

Dan malam menunjukan pukul 22:00, anak-anak kecil yang pada main skuter sudah pada pulang, berganti dengan anak-anak muda yang mau nongkrong, yang mungkin saja mau nampang sampai pagi buta. Kopi di dalam gelas sudah habis, baik kopi milikku, atau pun milik Momo. Momo pun mengajakku untuk pulang.

“Eh, tapi, ke rumahku dulu ya Jim, nanti kamu pulangnya aku anter.”

“Iya deh iya.”

Setibanya di rumah Momo, aku langsung saja membaringkan badanku di atas sofa, memang hari ini aku rasanya cape banget.

“Mau ngopi lagi Jim?”

“Ngga ah, kan tadi abis ngopi, teh aja deh.”

“Ya sudah. Aku, laper, mau makan dulu, kamu mau makan sekalian?”

“Iya deh, aku juga laper heuheu.”

“Bentar ya, aku mau bikin teh dulu, sama ambil makanannya.”

“Sip.”

Momo pergi ke belakangan untuk membuatkan teh dan menyiapkan makanannya. Dan pandangan mataku beralih pada buku yang tergeletak di meja, buku itu berjudul “feminisme untuk pemula” buku yang agak mirip dengan majalah, sebab dipenuhi juga dengan gambar-gambar ilustrasi. Sambil menunggu Momo, aku bacalah itu buku, ya baru beberapa halaman saja buku itu sudah menarik, membuatku ingin terus membacanya. Sedikit-sedikit aku jadi paham soal apa itu feminisme. Kemudian Momo datang membawa 2 gelas teh hangat dan 2 piring berisi makanan yang akan kami makan.

“Rupanya seorang Momo mau jadi feminisme nih.”

“Apa sih Jim, ayolah makan dulu, bahas itunya nanti.”

“Kalau mau makan jangan baca doa.”

“Ngaco.”

“Bener deh, itung-itu berbagi sama setan.”

“Kok bisa?”

“Dulu kan pas kecil kita sering dituturi, kalau makan ngga baca doa itu nanti setannya ikutan makan.”

“Hihihi iya juga ya.”

“Nah maka dari itu, kita ngga usah baca doa, biar setannya sekalian ikut makan, kasian Mo.”

“Iya deh iya, terserah orang sinting aja hahaha.”

Dan kami pun menyantap makananan itu, menggunakan sendok, yang dibantu oleh tangan, yang lalu dimasukan ke mulut, dan yang nantinya akan menjadi tai. Nah, makanan sudah habis kami santap, sekarang tinggal ngrokok. Sesudah makan itu harus ngrokok, biar paru-parunya smile, tapi berhubung rokokku sudah habis, aku minta rokoknya Momo, rokoknya itu mild, biar ringan katanya, tapi kalau sesudah makan, aku itu harus dua batang ngrokok mildnya, biar kerasa, soalnya kalau cuka sebatang itu ngga puas. Dan kami pun sama-sama ngrokok sambil tangan kirinya mengelus-elus perutnya masing-masing karena rasa kenyang yang kami nikmati. Asap berhembus dari mulut, lalu menari-menari, dan melayang-layang. Dan lagi-lagi kami ngobrol, kami memang hobi ngobrol, daripada diem-dieman kaya patung kan? Ngga asyik ah.

“Jimi sayang, hey.”

“Enggeh ndoro.”

“Kamu ganteng deh.”

“Oiya dong pasti, sudah dicatat kok dalam kerajaan Tuhan, kalau aku ini ganteng, mirip bintang film.”

“Ho’oh ganteng, tapi kalo dijejerin sama tikus wle wle wle.”

“Eh, eh, eh, ngledek ya.”

“Bacain puisi dong hihihi.”

“Puisi apa?”

“Terserah.”

Dan aku berdiri dari sofa, lalu mulai membacakan puisi asal-asalan yang keluar dari muluku, kira-kira begini puisinya,

“Momo, aku ingin jadi raja atas matamu,

hidung pesekmu, pipimu, dan bibir mungilmu.

Biar aku bisa merdeka menatap matamu,

menyentuh hidung pesekmu, mencubit

pipimu, dan mencium bibir mungilmu.”

Setelah itu aku kembali duduk ke sofa sambil cengar-cengar, berharap Momo peka dengan suasana malam yang dingin ini.

“Emang paling bisa ya kamu ini.”

“Bisa lah, siapa dulu dong.”

“Jimi Jagger, pacarku, kekasihku, dan yang suka telanjang kalau mandi hihihi.”

“Yoi.”

“Kamu sudah jadi raja atas semuaku Jim.”

“Bohong nih.”

“Bener deh, asal jangan jadi raja yang brengsek.”

“Aku pengin beli celana cut bray deh.”

“Buat kamu sendiri?”

“Bukan.”

“Terus?”

“Buat nenekku, hehehe. Kayaknya keren deh kalau pakai cut bray.”

“Astaga naga.”

“Becanda ah.”

“Dasar sinting.”

Dan ruangan pecah dengan tawa, tawa murni tanpa ganja, tidak seperti tawa para junkie yang nyebelin itu.

“Momo, Momo sayang.”

“Apa lagi?”

“Cuacanya mendukung nih.”

“Mendukung buat apa?”

“Ah kamu ini, kamu kan udah gede,

seharusnya ngga usah tanya soal begituan.”

“Jimi cabul ih.”

“Tapi kamu mau kan?”

“Enak aja.”

“Mau deh.”

“Iya deh.”

Dan kami pun.... Dan kami pun.... Eh, eh, eh, anak kecil ngga boleh tau, hush!. Setelah selesai ngobrol panjang lebar mengenai ini itu, dan setelah selesai berciuman menirukan burung dara, setelah selesai (sensor) tiba-tiba temanku menelfon, ngajak nongkrong di tempat biasa, dan katanya dia mau jemput aku di Rumah Momo.

“Temenku mau kesini, mau jemput aku.”

“Mau kemana kamu?”

“Biasa, nongkrong, jadi kamu ngga usah nganter aku pulang Mo.”

“Ya sudah kalau gitu Jim. “

Kemudian temenku datang dengan motor CBnya.

“Aku cabut dulu ya Mo.”

“Iya hati-hati.”

“Siap.”

“Jangan nakal.”

“Engga.”

“Jangan genit ke cewe lain.”

“Engga.”

“Jangan mabuk-mabukan.”

“Engga.”

“Jangan jajan di luar.”

“Apalagi larangannya nona manis?”

“Jangan tinggalin aku hehehe.”

“Pokoknya beres deh. Bye.”

Aku pun melaju bersama temanku menuju kedai kopi yang biasa kami tongkrongi.

 

Momo, terima kasih buat malam ini, terima kasih buat teh hangat dan makanannya, terima kasih buat candaan-candaan kecil, terima kasih buat ciuman-ciuman kecil, terima kasih udah buat ini tuh, itu tuh, apa dong? Hush, biasa 18+ . Kamu tidur aja deh sana, malam ini dingin banget. Lafyu Momo, wonderfull, wonderfull.




 M.F. Ading

22 Juni 2022

Tegal

(Untuk Momo, namamu kutulis dalam cerita pendek yang asal-asalan ini. Semoga kau sehat selalu, dan juga bahagia selalu. Tetaplah menjadi perempuan yang mengasyikan. Dan aku, aku masih seperti selalu; luntang-lantung tidak karuan, cari pelarian dengan mabuk-mabukan sampai teler, merenungi cita-citaku yang membeku, dan merenungi kemerdekaanku yang dirampas oleh siapa, dan apa, entahlah. Dengan ini, aku akhiri cerita pendek ini.)

 

 

 

 

Comments

Popular posts from this blog

KUBURAN IBU

Di kuburan ibu tak ada lagi taburan bunga-bunga, hanya ada daun-daun kering berserakan yang jatuh dari pohon. nama ibu di nisannya telah tertutup tanah-tanah kering yang melekat di nisan ibu. Maafkan anakmu ini bu, yang datang sebulan sekali, setiap jum'at kliwon. maafkan anakmu ini bu, yang jarang mengirimkan doa untukmu, sholat pun aku jarang. ibu, aku tahu kau sedang menangis melihat anakmu seperti ini. pesanmu telah disampaikan bapa kepadaku bu, tapi tak pernah aku turuti. bu, bukankah kiriman doa itu untuk menerangi kau di dalam kubur, tapi bagaimana aku ini, yang jarang mengirimkan doa untukmu, kau pasti di sana merasakan kegelapan. kau pasti iri dengan yang lainnya, yang kuburannya sering dijenguk. jangan menangis lagi bu, insyaallah aku akan sering-sering datang ke kuburanmu, aku akan sering-sering mengirimkan doa untukmu, aku akan membersihkan daun-daun kering yang berserakan di kuburanmu aku akan membersihkan tanah kering yang melekat menutupi namamu di nisanmu, aku...

DERMAGA SILAM

Kasihku, kita telah lama duduk di dermaga silam, menanti perahu yang menjadikan kita layu dan membawa kita berlayar. kita telah jenuh mendengar dusta menyanyikan romansa mawar merah. Kasihku, sebentar lagi langit memerah, dan perahu yang menjadikan kita layu akan datang membawa kita berlayar. rayakan dengan bahagia kasihku, seperti saat kita mekar. kasihku, sebentar lagi kita akan mendapatkan apa yang sebenarnya keabadian, dan tak ada lagi dusta menyanyikan romansa mawar merah. Kasihku, kita akan singgah di padang sana, di sana semua akan bermekaran kembali, dan di sana tak ada satu pun muka bermuram durja. Ading. 11 Juni 2019

Cerpen Momo Girang

Ha llo teman-teman, aku ini Momo Girang. Tentu kalian udah tahu aku ini siapa, ya, aku pacarnya Jimi Jagger. Kalian udah baca ceritanya Jimi kan? Kalian jangan bilang namaku itu ngaco ya. Nama Momo  Girang itu sebenarnya cuma nama ejekanku, jadi temen-temenku suka meledekku dengan sebutan Momo Girang. Nama asliku itu   bagus banget, nama asliku itu Monica Ayu Larasati, yang diplesetkan oleh Jimi jadi Monica  Ayu Lara Ati, (lara ati itu artinya sakit hati) brengsek emang Jimi. Sebelumnya Jimi juga ngga tau nama asliku, di awal pertemuanku sama dia, aku sengaja nyebut namaku itu   Momo Girang, bukan Monica. Biarin deh jelek, soalnya aku takut aja dipelet kalo aku menyebutkan nama asliku, apalagi dikasih nama panjang. Tapi berhubung sekarang aku udah pacaran sama Jimi, aku kasih tau deh namaku yang asli.   Di sini aku sedikit bingung kalo menceritakan tentang diriku sendiri, tapi aku coba-coba ya. Aku mulai deh, kedua orang tuaku dikasih dua anak, dan aku anak ...